Npm : 10208278
Kelas : 4 KA21
Apa itu CYBERLAW ??
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan untuk
dunia Cyber (dunia maya, yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw
dibutuhkan karena dasar atau pondasi dari hukum di banyak Negara adalah
"ruang dan waktu". Sementara itu, internet dan jaringan komputer
telah mendobrak batas ruang dan waktu.
Berikut ini adalah contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilanganya ruang dan waktu:
Seorang penjahat komputer yang berkebangsaan Indonesia berada di Australia mengobrak abrik server di Amerika, yang ditempati atau hosting sebuah perusahaan Inggris.
Hukum apa yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan teknologi tersebut?
Di Indonesia telah keluar Rancangan Undang Undang (RUU) yang salah satunya diberi Nama "RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi". Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi. Sebelumnya RUU ini diberi nama "RUU Teknologi Informasi", namun judul ini ditolak karena RUU yang diinginkan penertiban terhadap penggunaannya atau pemanfaatannya bukan terhadap teknologinya. RUU ini dikenal dengan istilah "Cyberlaw". RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI) ini dipelopori oleh Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan (melalui Diden Postel).
RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi ini telah disosialisasikan melalui presentasi
dan seminar seminar di berbagai daerah dengan berbagai peserta, mulai dari
mahasiswa, dosen, akademik, pelaku bisnis, birokrat dan pihak pemerintah.
Latar
Belakang MuncuInya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
Munculnya
RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi bermula dari mulai merasuknya pemanfaatan
teknologi informasi dalam kehidupan kita saat saat ini. Jika kita lihat, kita
mulai terbiasa menggunakan ATM untuk mengambil uang, menggunakan handphone
untuk berkomunikasi dan bertransaksi melalui mobile banking, menggunakan
internet untuk melakukan transaksi (internet banking atau membeli barang),
berkirim e mail atau untuk sekedar menjelajah internet, dan masih banyak yang
lainnya. Semua kegiatan ini adalah beberapa contoh dari pemanfaatan Teknologi
Informasi. Selain memberikan kemudahan bagi para user, pemanfaatan Teknologi
Informasi ini juga mempunyai dampak negative yang luar biasa, seperti:
- Penyadapan e mail, PIN (untuk internet banking)
- Pelanggaran terhadap hak hak privasi
- Masalah domain seperti kasus mustikaratu.com clan klikbca.corn
- Penggunaan kartu kredit milik orang lain.
- Munculnya pembajakan lagu dalam format MP3
- Pornografi
- Hak Cipta (Copy Rights)
- Hak Merek (Trademark )
- Pencemaran nama baik (Defamation)
- Fitnah, penistaan, penghinaan (Hate Speech)
- Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
- Pengaturan Sumberdaya Internet seperti IP-adress, Domain Name, dan lain – lain.
- Kenyamanan Individu / Privasi (Privacy )
- Prinsip kehati – hatian (Duty Care ), termasuk dalam hal ini adalah negligence
- Tindakan kriminal (Criminal Liability ) biasa yang menggunakan TI sebagai alat.
- Isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, dan lain – lain11.Kontrak / Transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik
Hal hal di atas memaksa adanya sebuah undang undang
yang dapat memberikan kejelasan bagi pihak pihak yang terkait.
Ruang Lingkup Cyberlaw
Secara teknis, perubahan yang signifikan dari pemanfaatan Internet dalam
keseharianhidup manusia adalah adanya perubahan pola hubungan dari yang semula
menggunakankertas (paper ) menjadi nirkertas (paperless).
Selain paperless, Internet juga
dapatmemfasilitasi suatu perikatan
tanpa para pihak yang akan melakukan kontrak bertemusecara fisik dalam dimensi ruang dan watu yang
sama.
Hambatan jarak dan waktumenjadi bukan masalah lagi. Perubahan – perubahan ini
membawa implikasi hukum yangcukup serius bila tidak ditangani dengan
benar.Beberapa isu yang muncul dari kemampuan Internet dalam memfasilitasi
transaksi antar pihak ini antara
lain: masalah keberadaan para pihak (reality ), kebenaran eksistensi danatribut ( accuracy ), penolakan atau pengingkaran atas suatu transaksi (non-repudiation
),keutuhan informasi (integrity of information), pengakuan saat pengiriman dan penerimaan,
privasi, dan jurisdiksi.Keberadaan para
pihak yang bertransaksi perlu dipertegas mengingat bisa saja“seseorang” yang menjadi lawan transaksi sebenarnya
bukan orang sungguhan namunsudah diganti dengan mesin atau sistem layanan
otomatis. Oleh karena itu pengecekanuntuk mengetahui kebenaran eksistensi para
pihak menjadi sangat penting. Jika tidak, bisa saja seorang C
mengaku sebagai A tanpa sepengetahuannya dan bertransaksi denganB. Karena tanpa mengecek kebenaran atribut mitra
transaksinya, B memiliki potensiuntuk
dirugikan oleh C, demikian pula dengan A yang namanya digunakan dalamtransaksi
tersebut.
Dalam “dunia kertas” tidak mudah bagi seseorang untuk menolak atau tidak
mengakui bahwa ia telah berbuat sesuatu, karena adanya bukti fisik yang
dapat digunakan sebagai petunjuk
bahwa seseorang telah melakukan sesuatu. Tidak demikian halnya dengan“dunia nirkertas”. Seseorang dengan mudah bisa saja
menolak bahwa ia telah berbuatsesuatu di Internet karena tidak ada bukti
fisik yang memaksanya untuk mengakui bahwaia
telah berbuat sesuatu. Agar penolakan semacam ini tidak terjadi di dunia
Internet,secara teknis sudah mampu disediakan teknologi yang mampu membuktikan
adanyasuatu transaksi. Namun ini masih belum cukup, dan perlu diperkuat dengan
ketentuanhukum dalam undang –
undang. Ketentuan mengenai larangan pengingkaran suatutransaksi melaui
Internet ini disebut dengan non-repudiation.
Akibat dari perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan perkembanganinteraksi di
bidang sosial dan ekonomi berlangsung dalam dunia maya ( cyberspace ) makadiperlukan pengaturan yang bersifat khusus, tidak
lagi tertampung oleh hukum atau peraturan perundang – undangan
konvensional. Suatu pemahaman yang hanya meninjaukegiatan e-commerce sebagai satu – satunya kegiatan di dalam
cyberspace sehinggasecara kondisi logis pengaturan yang diperlukan terbatas
pada kasus – kasus yang terjadidi dalam
kegiatan e-commerce, dapat diasumsikan sebagai terlalu
menyederhanakan permasalahan yang sedang dan akan muncul dalam kegiatan di
dalam cyberspace secarakeseluruhan.
Akibat dari pemahaman tersebut, seringkali muncul keliruan bahwacyberlaw
adalah hanya semata – mata hukum yang mengatur kegiatan e-commerce. Dari sudut pandang secara praktis, dapat dipahami
bahwa dalam kegiatan e-commercememerlukan
sense of urgency untuk dicarikan jalan keluar atas akibat- akibat atau permsalahan hukum yang muncul. Namun demikian,
pada sisi lain, denganmemperhatikan praktek di negara lain, nampaknya
akan lebih bijaksana apabila tidak ada pembatasan secara sempit
ruanglingkup cyberlas itu sendiri-sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar