W.E.L.C.O.M.E. to ..

W.E.L.C.O.M.E. to ..
mY bloG

Selasa, 03 April 2012

TUGAS CYBERLAW


Npm : 10208278
Kelas : 4 KA21

Apa itu CYBERLAW ??
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan untuk dunia Cyber (dunia maya, yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau pondasi dari hukum di banyak Negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, internet dan jaringan komputer telah mendobrak batas ruang dan waktu.

Berikut ini adalah contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilanganya ruang dan waktu:
Seorang penjahat komputer yang berkebangsaan Indonesia berada di Australia mengobrak abrik server di Amerika, yang ditempati atau hosting sebuah perusahaan Inggris.

Hukum apa yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan teknologi tersebut?

Di Indonesia telah keluar Rancangan Undang Undang (RUU) yang salah satunya diberi Nama "RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi". Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi. Sebelumnya RUU ini diberi nama "RUU Teknologi Informasi", namun judul ini ditolak karena RUU yang diinginkan penertiban terhadap penggunaannya atau pemanfaatannya bukan terhadap teknologinya. RUU ini dikenal dengan istilah "Cyberlaw". RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI) ini dipelopori oleh Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan (melalui Diden Postel).
RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini telah disosialisasikan melalui presentasi dan seminar seminar di berbagai daerah dengan berbagai peserta, mulai dari mahasiswa, dosen, akademik, pelaku bisnis, birokrat dan pihak pemerintah.
Latar Belakang MuncuInya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi bermula dari mulai merasuknya pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan kita saat saat ini. Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan ATM untuk mengambil uang, menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi melalui mobile banking, menggunakan internet untuk melakukan transaksi (internet banking atau membeli barang), berkirim e mail atau untuk sekedar menjelajah internet, dan masih banyak yang lainnya. Semua kegiatan ini adalah beberapa contoh dari pemanfaatan Teknologi Informasi. Selain memberikan kemudahan bagi para user, pemanfaatan Teknologi Informasi ini juga mempunyai dampak negative yang luar biasa, seperti:
  • Penyadapan e mail, PIN (untuk internet banking)
  • Pelanggaran terhadap hak hak privasi
  • Masalah domain seperti kasus mustikaratu.com clan klikbca.corn
  • Penggunaan kartu kredit milik orang lain.
  • Munculnya pembajakan lagu dalam format MP3
  • Pornografi
  • Hak Cipta (Copy Rights)
  • Hak Merek (Trademark )
  • Pencemaran nama baik (Defamation)
  • Fitnah, penistaan, penghinaan (Hate Speech)
  • Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
  • Pengaturan Sumberdaya Internet seperti IP-adress, Domain Name, dan lain – lain.
  • Kenyamanan Individu / Privasi (Privacy )
  • Prinsip kehati – hatian (Duty Care ), termasuk dalam hal ini adalah negligence
  • Tindakan kriminal (Criminal Liability ) biasa yang menggunakan TI sebagai alat.
  • Isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, dan lain – lain11.Kontrak / Transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik
Hal hal di atas memaksa adanya sebuah undang undang yang dapat memberikan kejelasan bagi pihak pihak yang terkait.

Ruang Lingkup Cyberlaw
Secara teknis, perubahan yang signifikan dari pemanfaatan Internet dalam keseharianhidup manusia adalah adanya perubahan pola hubungan dari yang semula menggunakankertas (paper ) menjadi nirkertas (paperless). Selain paperless, Internet juga dapatmemfasilitasi suatu perikatan tanpa para pihak yang akan melakukan kontrak bertemusecara fisik dalam dimensi ruang dan watu yang sama.
Hambatan jarak dan waktumenjadi bukan masalah lagi. Perubahan – perubahan ini membawa implikasi hukum yangcukup serius bila tidak ditangani dengan benar.Beberapa isu yang muncul dari kemampuan Internet dalam memfasilitasi transaksi antar  pihak ini antara lain: masalah keberadaan para pihak (reality ), kebenaran eksistensi danatribut ( accuracy ), penolakan atau pengingkaran atas suatu transaksi (non-repudiation ),keutuhan informasi (integrity of information), pengakuan saat pengiriman dan penerimaan, privasi, dan jurisdiksi.Keberadaan para pihak yang bertransaksi perlu dipertegas mengingat bisa saja“seseorang” yang menjadi lawan transaksi sebenarnya bukan orang sungguhan namunsudah diganti dengan mesin atau sistem layanan otomatis. Oleh karena itu pengecekanuntuk mengetahui kebenaran eksistensi para pihak menjadi sangat penting. Jika tidak, bisa saja seorang C mengaku sebagai A tanpa sepengetahuannya dan bertransaksi denganB. Karena tanpa mengecek kebenaran atribut mitra transaksinya, B memiliki potensiuntuk dirugikan oleh C, demikian pula dengan A yang namanya digunakan dalamtransaksi tersebut.
Dalam “dunia kertas” tidak mudah bagi seseorang untuk menolak atau tidak mengakui bahwa ia telah berbuat sesuatu, karena adanya bukti fisik yang dapat digunakan sebagai  petunjuk bahwa seseorang telah melakukan sesuatu. Tidak demikian halnya dengan“dunia nirkertas”. Seseorang dengan mudah bisa saja menolak bahwa ia telah berbuatsesuatu di Internet karena tidak ada bukti fisik yang memaksanya untuk mengakui bahwaia telah berbuat sesuatu. Agar penolakan semacam ini tidak terjadi di dunia Internet,secara teknis sudah mampu disediakan teknologi yang mampu membuktikan adanyasuatu transaksi. Namun ini masih belum cukup, dan perlu diperkuat dengan ketentuanhukum dalam undang – undang. Ketentuan mengenai larangan pengingkaran suatutransaksi melaui Internet ini disebut dengan non-repudiation.
Akibat dari perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan perkembanganinteraksi di bidang sosial dan ekonomi berlangsung dalam dunia maya ( cyberspace ) makadiperlukan pengaturan yang bersifat khusus, tidak lagi tertampung oleh hukum atau peraturan perundang – undangan konvensional. Suatu pemahaman yang hanya meninjaukegiatan e-commerce sebagai satu – satunya kegiatan di dalam cyberspace sehinggasecara kondisi logis pengaturan yang diperlukan terbatas pada kasus – kasus yang terjadidi dalam kegiatan e-commerce, dapat diasumsikan sebagai terlalu menyederhanakan permasalahan yang sedang dan akan muncul dalam kegiatan di dalam cyberspace secarakeseluruhan. Akibat dari pemahaman tersebut, seringkali muncul keliruan bahwacyberlaw adalah hanya semata – mata hukum yang mengatur kegiatan e-commerce. Dari sudut pandang secara praktis, dapat dipahami bahwa dalam kegiatan e-commercememerlukan sense of urgency untuk dicarikan jalan keluar atas akibat- akibat atau permsalahan hukum yang muncul. Namun demikian, pada sisi lain, denganmemperhatikan praktek di negara lain, nampaknya akan lebih bijaksana apabila tidak ada pembatasan secara sempit ruanglingkup cyberlas itu sendiri-sendiri





Tidak ada komentar:

Posting Komentar